“Bukan jurusan di Perguruan Tinggi yang menentukan pekerjaan kita, tapi berpikir ‘pekerjaan apa yang kita inginkan’ maka kita pilih Perguruan Tinggi dan jurusan itu.”
Dua kalimat sederhana yang sepertinya tidak berbeda, tidak begitu penting perbedaannya. Tapi tahukah kita dua kalimat itu adalah paradigma yang berpengaruh besar pada sikap kita, orientasi, niat dan kegiatan-kegiatan kita di PT selanjuatnya?
Biasanya seseorang akan berfikir “kalau saya pilih jurusan ini, saya akan jadi apa nanti?” itu tanda-tanda pertama dari seseorang yang memiliki paradigma ‘Jurusan di PT menentukan pekerjaan’ (Orang I). Sebaliknya, orang yang berparadigma ‘Pekerjaan yang diingini mempengaruhi pilihan PT dan jurusannya’ (Orang II) akan berfikir “saya ingin jadi guru (jurnalis, dokter, bidan, teknisi, atau yang lain yang disukai) maka kuliah disana akan membantu saya bisa bekerja dengan baik nantinya”
Sudah ketemu bedanya?
Lebih dalam seperti ini, bagi orang I, kuliah adalah rutinitas dan tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan titel sarjana, S1, dan mendapatkan ijazah. Dengan itu dia akan mencari kerja. Jadi kuliah adalah kewajiban yang harus dilewati terlebih dahulu. Berbeda dengan orang II, dia sadar kuliah adalah tempat mencari ilmu, mempelajari keahlian dan tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bisa diaplikasikan nantinya saat dia masuk ke dunia baru, dunia sesungguhnya saat dia bekerja.
Dalam kesehariannya, orang I menganggap rutinitas kuliah dan tugas-tugas sebagai beban. Dan hari libur adalah waktu refreshing, jalan-jalan dan bermain. IPK adalah hal penting yang diperjuangkan, harus A atau A+, sehingga sering kita jumpai mahasiswa yang kecewa karena nilainya tidak seperti yang diharapkan, bukannya sadar ‘sudah menguasaikah saya dengan materi itu?’ karena nilai itu bonus dan hiasan saja. Lalu, ‘Cepat lulus’ adalah solusi untuk mengakhiri penderitaan kuliahnya. Tapi saat tiba waktu kelulusan muncul masalah baru, mencari pekerjaan. Dan tentu kita bisa mengira apa yang dia bawa? Ijazah S1-nya, bukan kemampuannya. Disinilah diharapkan, orang II lebih berpotensi selamat. Dalam kesehariannya, kuliah dan tugas bukan lagi beban, tapi malah tantangan karena dengan tugas itu dia akan pahami MKnya. Dosen dan teman adalah pelengkap dalam belajar, bukan faktor yang banyak mempengaruhi semangatnya. IPK memang penting tapi hanya sebagai alat ukur dan melihat semangat dan usaha yang sudah dilakukannya selama 1 semester itu. Dan saat kelulusan tiba, mencari pekerjaan bukan lagi hal yang menakutkan karena dia telah memiliki kemampuan.
Dan tentu saja setelah memasuki dunia kerja 2 orang ini juga akan berbeda. Orang I akan mencari kerja sesuai ijazahnya, dan bisa dibayangkan kualitasnya setelah mendapatkan pekerjaan itu. Sedangkan orang II dia akan sangat bersyukur mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan dan dengan kemampuannya dia akan bekerja maksimal. Tapi saat kondisi tidak membawanya kepada pekerjaan itu, dimanapun akhirnya dia bekerja, selagi dia mampu dia akan kerjakan.
Karenanya perlu sekali dari awal sebelum kita melakukan, di tengah dan sedini mungkin saat kita sadari jika telah menjalani, kita perbaiki paradigma dan niat kita. Karena Allah pun menilai kita bukan pada hasil, tapi pada proses yang kita lalui, apapun hasilnya. Dia-lah Pemilik hasil itu, maka percayakan pada-Nya. Dan proses adalah keniscayaan yang harus dilalui, maka nikmati…
Wallahu a’lam…
NB: Buat adikku yang baru menyelesaikan UNAS-nya, let’s join us! Kita yang memilih, kita yang menjalani, maka pilih yang paling kamu suka dan nikmati.. Semangat ya..
Oleh Vika Anggraeni kader KAMMI Komsat IAIN Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar