waktu

Assalamu'alaikum. Ya Ihkwa fillah selamat datang di blog KAMMIsupel( Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia komisariat IAIN sunan Ampel Surabaya). Di sinilah ajang berkumpul para Aktifis dakwah dalam menyalurkan pemikirannya demi Ummat manusia !!! KOMISARIAT SUNAN AMPEL MENGUCAPKAN AHLAN WASAHLAN BIHUDURIKUM bagi yg mau posting opini silakan mengirimnya di e-mail: kammi_supel@yahoo.com atau hub. kadep. Public Relation

Jumat, 03 Desember 2010

Titik Temu Agama dan Demokrasi

Dalam perspektif Islam, ajaran yang dikandungnya merupakan nilai-nilai moral yang sepenuhnya berorientasi kepada kemanusiaan universal dan kehidupan. Dalam The Heart of Islam (2003), Hossein Nasr menjelaskan, norma ideal yang digambarkan al-Quran dan al-Sunnah adalah membangun keadilan dan persamaan di depan hukum Tuhan yang dapat mengaktualisasikan tanggung jawab dan hak-hak asasi manusia secara berkelindan.

Terkait dengan itu, Islam menjunjung tinggi kejujuran, ketulusan, dan keterbukaan. Kebajikan diungkap sebagai kebajikan, dan kejahatan –apa pun bentuknya –mesti dinyatakan sebagai kejahatan. Dengan nilai-nilai itu, manusia disikapi dan diperlakukan seadil-adilnya tanpa dibeda-bedakan latar belakang mereka dari sisi suku, agama dan seumpamanya. Dalam konteks itu, agama ini tidak mentolerir sedikit pun hipokrisi yang dianggapnya sebagai sikap dan perilaku yang jauh lebih jahat dari kekufuran. Sebab hal itu merupakan distorsi realitas yang penuh kepuraan-puraan dan pembalikan fakta.

Agama-agama secara umum sejatinya memiliki komitmen moral semacam itu. Armstrong dalam The Battle for God (2000) menegaskan, agama-agama zaman yang muncul sejak zaman Aksial, seperti Budha dan Hindu di India, Kong Hu Cu dan Tao di Timur Jauh, serta monoteisme (Ibrahim, yang kemudian melahirkan agama Yahudi, Kristen, dan Islam, aa) memiliki banyak kesamaan; semuanya berpijak pada tadisi lama (yang luhur) untuk mengembangkan konsep Zat transenden dan universal, serta sama-sama menekankan pada penanaman spritulalitas batiniah dan pentingnya kasih sayang.

Selanjutnya, pada pengembangan nilai-nilai moral luhur agama itu adanya titik temu agama dengan demokrasi. Menjelaskan hal itu, Abdul Karim Soroush dalam Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama (2002) memaparkan bahwa di antara prinsip-prinsip utama demokrasi adalah menghormati kehendak mayoritas dan hak-hak orang lain, keadilan, simpati dan kepercayaan yang didasarkan pada pengendalian dan keseimbangan, serta dirancang agar responsif terhadap bahaya kekuasaan. Konkretnya, agama hadir sebagai pembimbing moralitas, dan pada saat yang sama moralitas merupakan benteng pertahanan terbaik demokrasi. Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa demokrasi berhutang banyak kepada agama. Demokrasi secara apriori adalah moral. Demokrasi akan tegak kokoh jika moralitas yang melandasinya adalah moralitas agama yang bersifat transenden dan universal.

Pembumian Agama dan Demokrasi

Berdasarkan uraian di atas, persoalan yang perlu didiskusikan dan dilakukan ke depan adalah mengembalikan peran agama sebagai pembimbing etika-moral bangsa dalam mengemban amanat reformasi. Dengan kata lain, nilai-nilai agama yang bersifat moral-transformatif perlu dibumikan, bukan dikebumikan, dalam kehidupan nyata.

Pembumian nilai-nilai itu meniscayakan dasar ajaran agama perlu diangkat ke permukaan. Dalam Islam, misalnya, ajaran dasarnya adalah kerahmatan. Keberadaannya harus merupakan berkah bagi seluruh penghuni alam. Kerahmatan itu yang kemudian mengkristal menjadi nilai-nilai moral dalam bentuk keadilan, egalitarianisme dan sebagainya. Ajaran dasar yang bersifat moral ini perlu dijadikan rujukan bagi umat Islam dalam pengembangan keberagamaan mereka, serta mengusungnya ke ranah publik yang dapat dipertemukan dengan nilai-nilai moral sejenis yang berasal dari agama lain atau budaya masyarakat dalam bingkai pengembangan demokrasi.

Dalam kerangka pemahaman dan keberagamaan yang demikian, agama menuntut pembebasan dari tarikan-tarikan kepentingan yang bersifat pragmatis. Agama hendaknya tidak dijadikan alat legitimasi, apalagi sekadar justifikasi, bagi pencapaian tujuan yang sarat dengan nuansa politik kekuasaan, dan sejenisnya. Sejalan dengan itu, agama juga perlu dibersihkan dari tangan-tangan yang akan menariknya ke dalam jebakan sektarianisme dan ekstremisme yang hanya membenarkan segala tindakan kelompok sendiri dan menyalahkan tindakan kelompok lain.

Melalui upaya itu, agama akan hadir sebagai dasar moralitas bagi pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Ia akan menjadi roh yang terus membayang-bayangi demokrasi prosedural yang berjalan saat ini dan menjadikannya sebagai demokrasi substantif yang berlabuh kokoh di bumi Indonesia sehingga benar-benar bermakna bagi kemaslahatan masyarakat bangsa©.

Tidak ada komentar:

Album KAMMI SUPEL