waktu
Minggu, 01 Mei 2011
Suka duka seorang pemimpin
muda : mudah dan lapang dada
*secuplik kisah hidup yg sementara*
menghemat pengeluaran yuk!!
ketika kita bekerja tentu kita dapat gaji dari kerja kita. namun gaji tersebut juga tak sepenuhnya memenuhi kebutuhan kita jika tidak diatur sebaik mungkin. sebab ada seseorang yang gajinya banyak namun cepat habis dan ada juga gajinya kecil tapi dak habis-habis. nah ini mungkin tips buat kita-kita agar bisa menghemat pengeluaran dan lebih berkah
(kebaikan yang terus bertambah)
- cari kerja yang halal, tidak mencampur dengan hasil curian, korupsi, memeras dll.
- segera infaqkan/zakati hasil gaji tersebut agar lebih berkah. sebab adakalanya kerja kita terdapat kesalahan dan dosa-dosa kecil misalnya tidak disiplin, terlambat, dll. sebagai pnebus dosa kita.
- beli kebutuhan yang diperlukan saja bukan kebutuhan yang tidak perlu/tidak mendesak.
- Berbelanja bahan pokok sekaligus di awal gajian, seperti beras, minyak goreng, gula pasir, garam, deterjen dan kebutuhan lain yang bisa bertahan sebulan. Belanja kalau di pasar induk atau grosir karena akan lebih murah daripada membeli eceran.
- Untuk keperluan seperti daging, ayam, ikan, telur dan bumbu dapur, belilah sekaligus sepekan sekali dan simpan di kulkas
- Jangan membuang kemasan minyak, sabun, deterjen dan sebagainya. Untuk bulan berikutnya, Anda tinggal membeli isi ulang sehingga lebih murah.
- Daur ulang. Secara teratur bersihkan rumah dan kumpulkan barang-barang yang bisa dijual di tukang loak.
oleh Puput Wahyudi Zen P pada 16 April 2011
Hidup dan Pilihan
Biarkanlah Semua Indah Pada Waktunya
Maka izinkanlah ia mekar
Hingga akhirnya engkau akan memetiknya
Ketika sang mentari mulai beranjak dari peraduan
Maka biarakanlah ia menyinari
Hingga akhirnya engkau rasakan hangatnya
Ketika hari di ujung pekat malam
Maka bergembirahlah engkau
Karena pagi kan segera menyapamu
Maka ketika engkau memaksakan tercapainya sesuatu
Sebelum datang waktunya
Tunggulah datangnya kegagalan, karena itulah makna sebuah waktu
Man ta’ajala qobla waanihi
‘uuqiba bikhirmaanihi
Waallahu A’alm.............
Sabtu, 30 April 2011
mahasiswa? atau pencari kerja?
Dua hari satu malam, perut ku tak terisi nasi....masih terasa perihnya perut. melilit-lilit, kadang feel ku ilang, pandangan kabur, jalan sempoyongan, tak sempat aku memandangi orang-orang yang berjumpa di jalan, sibuk aku menata fikiranku dan keronconganku.
status mahasiswa masih ku pegang, namun, jiwa kemahasiswaanku telah ilang, seiring dengan hari yang mengancam diri dengan rasa lapar. pelajaranpun aku tinggalkan, tak ingin rasanya aku menyantap buku-buku itu, atau tapatnya aku telah muak dengan buku-buku itu. mengapa manis ilmu tak aku rasakan,mengapa aku sirik dengan para pedagang yang berkelimpahan makan? mengapa aku menjadai mahasiswa? mengapa orang tuaku selalu menceritakan tanggungan ku dimasa depan? mengapa juga mereka menceritakan keluh kesah di rumah?.
aku, denga semua pertanyaan diatas, mengurung diri dalam kegelapan kamar, tak ada lampu, tak ada cahaya mentari yang berani masuk....ya rupanay iya tahu bahwa aku sedang berada dalam penyakit gila no 11 persi laskar pelangi.
Rupanya napas masih terhembus, aku jadi teringat pengemis, mereka menadahkan tangan mereka, sambil berkata, pak tolong kasihani saya pak, saya sudah tidak makan selama tiga hari....begitulah kalimatnya. dari situ aku bisa ngambil kesimpulan, mereka yang gak makan tiga hari masih hidup, so, aku yang baru makan dua hari masih ada kesempatan beberapa hari lagi.
Ku gayuh sepeda ontel, mulai menggelinding menapaki jalan-jalan kehidupan, terus berputar, yang diatas menjadi di bawah yang dibawah menjadi diatas. beberapa hari yang lalu, aku masih dengan kesombonganku pada hidup, berlimpah uang untuk ku belikan pada butiran-butiran nasi yang akan ku lahap di siang dan malam hari, tapi, tak begitu lama, karena kecerobahanku, HP nokia 2700 clasic, hilang. tak sengaja aku meninggalkannya di warnet, dan baru ingat setelah jam 12 malam, hasilnya nihil.....hilang lah sudah diambil orang.
radio fm elvictor, aku mengerem sepedaku dengan rasa was-was, harap-harap cemas, dengan penuh keraguaan, ku standdarkan sepeda, dan melangkah maju, masuk kedalam gedung.
asalamu"alaikum... "sapa ku"
wa'alaikum salam warohmatulloh....
selamat sore ada yang bisa saya bantu...?
mas darimana?
eh...eh..."aku bingung menjawab pertanyaan itu
dari...dari....wonocolo...
oh dari wonocolo....
langsung aza pak, saya mau nyari kerjaan...
apakah disini ada loeongan?
oh, maap mas, untuk sementara ini gak ada...
udah penuh mas....
emang mas asalnya dari mana?
saya dai jawa barat pak...
bandung atau tasikmalaya...?
ehm saya dari pangandaran pak....
bapak tau pangandaran???
yang daerah wisata itukan, yang terkena dtunami?
ya...stunami, stunami itu membawa berkah bagiku, menjadi terkenal, tak harus aku menyeut bandung, walau bandung adalah ibu otaku...." gumamku dalam hati"....
saya kira mas kesini mau daftar hitanan....."karna di depan pintu masuk ada tulisan pendaftaran hitanan".
wah mas saya sudah mahasiswa, masa belum khitan....hihhihiihi
la terus kalo masih mahasiswa gimana dengan pekerjaanya?
segala sesuatu akan dilakukan untuk menyambung hidup pak.....
kenapa gak nyoba daftar dicafe-cafe aza....
la pa, sembari saya nyari kerjaan, saya juga nyari kerjaan....
jangankan untuk mas yang masih pemula yang udah mahir aja susah mas....
lo....., kalo setiap perusahan membutuhkan karyawan yang sudah berpengalaman, lalu kapan kesempatan bagi orang-orang yang belum berpengalaman...? tanya ku dengan nada agak tinggi dan senyum yang dipaksa-paksa....
ya udah pak maksaih, saya pergidulu....." emosiku semakin meninggi seiring dengan lapar yang menyegat"
kugayuh kembali sepedaku dengan hampa, ditambah sedikit senyum yang aku paksakan, kendaraan motor menyambar-nyambar teilnga suaranya, betapa tak bersahabtnya sore, atau aku yang tak lagi bersahabat dengan sore.
huh, kuambail napas panjang dan ku hentakan dengan keras. kususuri gedung-gedung, hingga akhirnya kembali aku berhenti di depan cafe.
maaf pak satpam, apakah disini ada lowongan kerjaan. " dengan nada datar aku menyapanya"
oh maap mas, saya kurang tau ya, tapi, biasanya kalo disini membutuhkan pekerja langsung di masukan ke koran infonya.
gitu ya?
oh ya udah, makasih ya mas....
kembali aku menatap langit dengan kekaburan pandangan.....
ini yang terakhir, gumamku dalam hati...
sebuah cafee, berjajaran mobil-mobil mewah....
maap mas. apakah disi ada lowongan pekerjaan" kembali aku mengulangi sapaan itu"
oh, se tak tanya dulu.....
mas...mas..." ia bertanya pada satpam yang lain"
iki tako kerjaan, apa disini ada kerjaan?
oh ada, suruh kirim lamaran aja kedalam.....
mas, langsung aja masukin lamarannya kedalam....nanti yang ngurus orang dalam...
satu pelung, ok, makasaih ya mas atas infonya....
ya sama-sama.....
kali ini ku gayuh sepedaku agak cepat, dan masih leng-lang dengan perut yang semakin cekit-cekitan, tak kuhiraukan suara-suara kendaraan yang bising, terus aku mencari senyuman agar rasa lapar itu hilang, sembari berkata dalam hati, mahasiswakah aku? atau si pencari kerja di kota terganas ke dua setelah jakarta?.
oleh Al Abu Ilmy kader KAMMI Komsat IAIN Surabaya, pada 14 April 2011
kegilaan
BAIK... BAIK...
kenapa susah untuk lebih baik, padahal tahu dan mengerti bahwa memang baik untuk menjadi lebih baik daripda yang tidak baik, sebaiknya ya yang baik... dan lebih baik untuk sesuatu yang terbaik dan tujuan yang baik serta semngat yang baik.... baik... baik... rupanya gak mudah untuk lebih baik kalo tidak bener-bener baik apalagi ingin menjadi yang terbaik... harus baik-baik-baik beneeeeer...an baik.... baik... baik2... smga smw sobatq baik-baik...
Pilih Ganteng atau Takwa? *just buat ABG yg kebelinger idolanya
Ssstt......, kamu pasti pada tahu kan tongkrongannya Irfan Bachdim, Justin Bieber, Dude Herlino, Hyun Bin, dan masih banyak deretan nama cowok lainnya. Kata banyak orang, mereka cakep, ganteng, tampan bin kasep. Kok kata orang? Karena apa yang menurut kata orang banyak, belum tentu saya sependapat dengan mereka. Suka-suka donk!
Semua nama tersebut adalah deretan selebritis yang terkenal di bidangnya masing-masing. Dari semua nama tersebut, hanya Irfan Bachdim saja yang background-nya adalah sepak bola. Selebihnya adalah kalangan artis dan bintang sinetron/film. Tak heran, karena bidang ini (baca: entertainment) memang mengharuskan wajah cakep sebagai modal utama bila ingin terkenal.
Kalau yang tak punya wajah cakep, gimana dong? Kalau nekat pingin terkenal di dunia selebritis, tanpa modal cakep dan body seksi maka kamu harus punya kebalikannya. Apaan tuh? Sorry, nggak tega bener sebetulnya mau bilang kalo kebalikan wajah cakep adalah wajah (maaf) ancur. Coba aja kamu perhatikan beberapa seleb yang settingan wajahnya begitu. Mereka selalu mentertawakan diri sendiri dengan banyolan yang intinya pengakuan bahwa wajah mereka sendiri jauh dari harapan (akhirnya bisa nemu padanan kata yg sopan untuk istilah wajah ancur hehehe).
Tapi ngemeng-ngemeng (baca: ngomong-ngomong, hehehe....), apakah wajah cakep atau ganteng itu segitu pentingnya sih buat manusia terutama remaja seusia kamu? Apakah tak ada faktor lain yang bisa dilihat dari seorang cowok selain tampilan fisiknya semata?
Ganteng, penting nggak sih?
Bisa dipastikan hampir 100% dari kamu menjawab PENTING. Biar bagaimanapun, hal pertama yang bakal diperhatikan orang adalah wajah dan penampilan. So pasti, kamu bakal bangga kalo berdampingan dengan cowok cakep dibandingkan dengan cowok jelek. Diajak jalan-jalan oke, dikenalkan ke teman-teman bangga, diajak kondangan bisa nambah PD. Kayaknya asyik banget punya pendamping yang ganteng abis. Ayo, jujur deh.Hehehe…
Masalahnya, definisi ganteng itu yang kayak gimana sih? Apakah yang kayak Irfan Bachdim, Teuku Wisnu, atau siapa pun itu yang biasa nongol di TV karena modal tampangnya dianggap oke punya?
Ternyata ganteng menurut kamu belum tentu sama menurut temanmu. Begitu juga ganteng menurut saya, belum tentu kamu sependapat juga. Jadi sebetulnya, semua cowok itu ganteng, sama kayak semua cewek itu cantik. At least, menurut ibu bapak masing-masing. Coba mana ada ortu yang nyesel punya anak karena wajah anaknya jelek trus malah muji-muji anak tetangga? Kalo pun ada itu ortu yang menghina diri sendiri namanya hehehe…
Back to topic, tentang ganteng tidaknya seorang cowok. Tak ada standar baku rumus kegantengan seseorang itu. Artinya, cakep itu relatif dan jelek itu mutlak hehehe…just kidding. Maksudnya, nggak usah jutek kalo pendapat kalian berbeda satu sama lain untuk menilai kegantengan seorang cowok. Udah deh, yakin aja bahwa cowok yang paling ganteng saat ini adalah bapak kamu. Hayoo…berani nggak kamu bilang bapak kamu nggak ganteng? Ibumu aja sampe kesengsem dan mau nikah kok sama beliau. Iya nggak sih? Sip deh!
Cowok ganteng berikutnya adalah yang jadi suami kamu kelak. Ya iyalah, nggak mungkin banget suami kamu cantik kan? Jadi nggak usah kurang kerjaan sekarang ini dengan membikin tabel kegantengan seseorang. Biarpun ganteng, toh mereka juga nggak kenal sama kamu. Lebih parah lagi adalah apabila ganteng cuma wajah tapi kelakuan naudzubillah. Idih…nggak banget!
Jadi meskipun ganteng itu penting tapi jangan sampai kamu melupakan faktor lain semisal kualitas otak dan akhlak seseorang. Menjadi ganteng tak bisa dipilih, tapi mempunyai otak dan akhlak yang berkualitas itu adalah pilihan yang harus melalui proses tertentu untuk mencapainya. Dan faktor inilah yang lebih pantas mendapat apresiasi dibandingkan wajah rupawan yang tak ada upaya apa pun dilakukan untuk meraihnya.
Ganteng bukan jaminan
Kamu tahu Irfan Bachdim dong ya. Yup, seantero rakyat Indonesia terpesona wajah gantengnya yang kebetulan dikombinasikan dengan skill pintar menggiring bola. Tapi tahukan kamu selera cewek yang menjadi pacar si Irfan ini? Jennifer Kurniawan, pacar si Irfan Bachdim ini berprofesi sebagai model semi telanjang yaitu hanya memakai pakaian dalam.
Ganteng ternyata bukan jaminan untuk melihat kualitas seseorang. Ganteng adalah tampilan fisik yang seringkali mengecoh banyak orang untuk perbuatan buruk di baliknya. Ganteng adalah sebuah anugrah fisik yang sudah ‘given’ alias takdir dari Allah. Seseorang nggak bakal bisa memilih punya wajah cakep seperti Nabi Yusuf misalnya. Apapun kondisi fisik kita, mancung tidaknya hidung kita, memble tidaknya bibir kita, lentik tidaknya bulu mata itu adalah sesuatu yang tidak bisa dipinta. Lagipula tak bakal ada hisab atas diri manusia hanya karena wajahnya nggak ganteng dan hidungnya pesek. Sumpah!
Don’t judge a book by its cover, kata orang bule. Jangan menilai sesuatu hanya dari tampilan luarnya saja, itu terjemahan bebasnya. Orang bertampang jauh dari ganteng, belum tentu hati dan akhlaknya tidak seganteng wajahnya. Begitu juga sebaliknya. Betapa banyak di luar sana, laki-laki yang memanfaatkan kegantengannya untuk menipu para gadis pemuja fisik semata. Si gadis dirayu dengan pesona fisik yang dimilikinya kemudian dinodai dan dicampakkan. So, berhati-hatilah kamu dengan tampilan ganteng namun kelakuan tak seganteng wajahnya itu.
Sis, yang perlu kamu ingat lagi adalah bahwa kegantengan seorang cowok ada masanya. Nggak selamanya terus ganteng dan fisiknya kuat. Ia akan tua, sama seperti manusia lainnya. Tak ada yang abadi. Itu sebabnya, jangan jadi pemuja kegantengan doang. Ok?
Takwa adalah utama
Waktu saya masih ABG dulu (cie…serasa udah uzur nih jadinya hehehe) saya sudah punya standar ganteng tersendiri. Biar kata semua teman bilang si A ganteng, saya bertahan dengan pendapat saya bahwa si B lebih ganteng daripada si A. Itu karena sedari remaja saya tumbuh menjadi sosok yang punya prinsip.
Ganteng menurut saya adalah sosok cowok yang cerdas dan luas wawasannya. Biar kata kayak Justin Bieber, Hyun Bin (di serial Secret Garden) atawa Song Seung-Heon (yang melejit lewat Endless Love), tapi kalo diajak ngomong tulalit, dia jadi nggak ganteng blas di mata saya. Begitu sebaliknya, biar kata dia punya muka second, tapi kalo tuh cowok cerdas, luas wawasan, aktif organisasi, baik, suka menolong, prilaku sopan dan terpuji, maka cowok kayak gini yang jauh lebih oke dibandingkan yang pertama tadi. Seiring pemahaman Islam yang makin bagus, saya punya syarat mutlak bagi cowok untuk dibilang ganteng. Apakah itu? Yaitu nurut sama Allah dan RasulNya alias bertakwa.
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS al-Baqarah [2]: 221)
Udah deh, nurut sama petunjuk Allah ini dijamin bahagia dunia akhirat. Betapa banyak mereka yang mempunyai pendamping berwajah rupawan tapi keluarganya malah hancur berantakan. Inilah akibatnya apabila sebuah amal tidak dilandasi dengan ketakwaan tapi hanya berdasar hawa nafsu semata.
Nah, karena kamu-kamu sekarang masih sibuk sekolah nggak usah sok sibuk mikirin cowok ganteng. Belajar aja yang rajin karena jodoh sudah ada yang ngatur. Kalo untuk urusan ngefans, pilih sosok yang emang pantas untuk diidolakan. Di dalam Sunan Abu Dawud kitab al-Libas, diceritakan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw.
memperingatkan: “Mann tasyabbaha biqauminn fahuwa minhum.”“Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti termasuk bagian mereka.”
Oya, menyerupai di sini artinya mengikuti berbagai hal dari kaum tersebut, termasuk dalam mengidolakannya. Males banget kan kalo ternyata kamu salah memilih idola terus idolamu itu masuk neraka dan kamu ikut nyebur ke dalamnya. Hiii..nggak keren jadinya!
Takwa adalah standar setiap muslim dan mukmin yang memang peduli terhadap urusan dirinya baik dunia dan akhiratnya. Nggak asal ikut-ikutan saja tanpa tahu kenapa ngefans sama si ini dan si itu. Karena sungguh, setiap amal baik itu perbuatan ataupun perkataan dan yang terbersit di dalam hati manusia, semua akan dimintai pertanggungjawaban nanti di hadapan Allah Ta’ala.
Energi masa mudamu lebih baik disalurkan untuk hal-hal yang jauh lebih berguna daripada ngefans sama sosok-sosok ganteng tapi nggak jelas kualitas otak, akhlak, apalagi imannya. Misalnya saja, kalo pun mau cari idola, cobalah ngefans sama pejuang di Palestina sana yang berusaha mengusir Israel penjajah. Ngefans dengan mereka yang getol beramar makruf nahi mungkar demi tegaknya Islam di muka bumi. Dan tentunya ngefans di atas semua itu ditujukan pada Rasulullah Muhammad saw. dan seluruh keluarga dan para sahabatnya. Dijamin surga semua tuh. Insya Allah. Nggak rugi pokoknya kalo kamu ngefans sama sosok yang tepat seperti itu. Itu sebabnya, ati-ati pilih idola dan orang yang dijadikan fans kita ya.
Jadi, mulai sekarang jatuhkan pilihanmu pada pilihan yang tepat bin benar ya. Lebih baik memilih ganteng tapi bertakwa daripada sudahlah tak ganteng tak bertakwa pula. Aduh…rugi kuadrat tuh. Intinya, faktor takwa harus menjadi prioritas dibandingkan kegantengan ketika kamu ngefans pada seseorang atau memilih pendamping hidup kelak. Muslimah smart, so pasti tak akan salah pilih. Pasti itu!
oleh: Amelia Qurrata A'yuni Taklim pada 20 April 2011
KULIAH dan KERJA
“Bukan jurusan di Perguruan Tinggi yang menentukan pekerjaan kita, tapi berpikir ‘pekerjaan apa yang kita inginkan’ maka kita pilih Perguruan Tinggi dan jurusan itu.”
Dua kalimat sederhana yang sepertinya tidak berbeda, tidak begitu penting perbedaannya. Tapi tahukah kita dua kalimat itu adalah paradigma yang berpengaruh besar pada sikap kita, orientasi, niat dan kegiatan-kegiatan kita di PT selanjuatnya?
Biasanya seseorang akan berfikir “kalau saya pilih jurusan ini, saya akan jadi apa nanti?” itu tanda-tanda pertama dari seseorang yang memiliki paradigma ‘Jurusan di PT menentukan pekerjaan’ (Orang I). Sebaliknya, orang yang berparadigma ‘Pekerjaan yang diingini mempengaruhi pilihan PT dan jurusannya’ (Orang II) akan berfikir “saya ingin jadi guru (jurnalis, dokter, bidan, teknisi, atau yang lain yang disukai) maka kuliah disana akan membantu saya bisa bekerja dengan baik nantinya”
Sudah ketemu bedanya?
Lebih dalam seperti ini, bagi orang I, kuliah adalah rutinitas dan tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan titel sarjana, S1, dan mendapatkan ijazah. Dengan itu dia akan mencari kerja. Jadi kuliah adalah kewajiban yang harus dilewati terlebih dahulu. Berbeda dengan orang II, dia sadar kuliah adalah tempat mencari ilmu, mempelajari keahlian dan tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bisa diaplikasikan nantinya saat dia masuk ke dunia baru, dunia sesungguhnya saat dia bekerja.
Dalam kesehariannya, orang I menganggap rutinitas kuliah dan tugas-tugas sebagai beban. Dan hari libur adalah waktu refreshing, jalan-jalan dan bermain. IPK adalah hal penting yang diperjuangkan, harus A atau A+, sehingga sering kita jumpai mahasiswa yang kecewa karena nilainya tidak seperti yang diharapkan, bukannya sadar ‘sudah menguasaikah saya dengan materi itu?’ karena nilai itu bonus dan hiasan saja. Lalu, ‘Cepat lulus’ adalah solusi untuk mengakhiri penderitaan kuliahnya. Tapi saat tiba waktu kelulusan muncul masalah baru, mencari pekerjaan. Dan tentu kita bisa mengira apa yang dia bawa? Ijazah S1-nya, bukan kemampuannya. Disinilah diharapkan, orang II lebih berpotensi selamat. Dalam kesehariannya, kuliah dan tugas bukan lagi beban, tapi malah tantangan karena dengan tugas itu dia akan pahami MKnya. Dosen dan teman adalah pelengkap dalam belajar, bukan faktor yang banyak mempengaruhi semangatnya. IPK memang penting tapi hanya sebagai alat ukur dan melihat semangat dan usaha yang sudah dilakukannya selama 1 semester itu. Dan saat kelulusan tiba, mencari pekerjaan bukan lagi hal yang menakutkan karena dia telah memiliki kemampuan.
Dan tentu saja setelah memasuki dunia kerja 2 orang ini juga akan berbeda. Orang I akan mencari kerja sesuai ijazahnya, dan bisa dibayangkan kualitasnya setelah mendapatkan pekerjaan itu. Sedangkan orang II dia akan sangat bersyukur mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan dan dengan kemampuannya dia akan bekerja maksimal. Tapi saat kondisi tidak membawanya kepada pekerjaan itu, dimanapun akhirnya dia bekerja, selagi dia mampu dia akan kerjakan.
Karenanya perlu sekali dari awal sebelum kita melakukan, di tengah dan sedini mungkin saat kita sadari jika telah menjalani, kita perbaiki paradigma dan niat kita. Karena Allah pun menilai kita bukan pada hasil, tapi pada proses yang kita lalui, apapun hasilnya. Dia-lah Pemilik hasil itu, maka percayakan pada-Nya. Dan proses adalah keniscayaan yang harus dilalui, maka nikmati…
Wallahu a’lam…
NB: Buat adikku yang baru menyelesaikan UNAS-nya, let’s join us! Kita yang memilih, kita yang menjalani, maka pilih yang paling kamu suka dan nikmati.. Semangat ya..
Oleh Vika Anggraeni kader KAMMI Komsat IAIN Surabaya
KULIAH dan KERJA
“Bukan jurusan di Perguruan Tinggi yang menentukan pekerjaan kita, tapi berpikir ‘pekerjaan apa yang kita inginkan’ maka kita pilih Perguruan Tinggi dan jurusan itu.”
Dua kalimat sederhana yang sepertinya tidak berbeda, tidak begitu penting perbedaannya. Tapi tahukah kita dua kalimat itu adalah paradigma yang berpengaruh besar pada sikap kita, orientasi, niat dan kegiatan-kegiatan kita di PT selanjuatnya?
Biasanya seseorang akan berfikir “kalau saya pilih jurusan ini, saya akan jadi apa nanti?” itu tanda-tanda pertama dari seseorang yang memiliki paradigma ‘Jurusan di PT menentukan pekerjaan’ (Orang I). Sebaliknya, orang yang berparadigma ‘Pekerjaan yang diingini mempengaruhi pilihan PT dan jurusannya’ (Orang II) akan berfikir “saya ingin jadi guru (jurnalis, dokter, bidan, teknisi, atau yang lain yang disukai) maka kuliah disana akan membantu saya bisa bekerja dengan baik nantinya”
Sudah ketemu bedanya?
Lebih dalam seperti ini, bagi orang I, kuliah adalah rutinitas dan tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan titel sarjana, S1, dan mendapatkan ijazah. Dengan itu dia akan mencari kerja. Jadi kuliah adalah kewajiban yang harus dilewati terlebih dahulu. Berbeda dengan orang II, dia sadar kuliah adalah tempat mencari ilmu, mempelajari keahlian dan tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bisa diaplikasikan nantinya saat dia masuk ke dunia baru, dunia sesungguhnya saat dia bekerja.
Dalam kesehariannya, orang I menganggap rutinitas kuliah dan tugas-tugas sebagai beban. Dan hari libur adalah waktu refreshing, jalan-jalan dan bermain. IPK adalah hal penting yang diperjuangkan, harus A atau A+, sehingga sering kita jumpai mahasiswa yang kecewa karena nilainya tidak seperti yang diharapkan, bukannya sadar ‘sudah menguasaikah saya dengan materi itu?’ karena nilai itu bonus dan hiasan saja. Lalu, ‘Cepat lulus’ adalah solusi untuk mengakhiri penderitaan kuliahnya. Tapi saat tiba waktu kelulusan muncul masalah baru, mencari pekerjaan. Dan tentu kita bisa mengira apa yang dia bawa? Ijazah S1-nya, bukan kemampuannya. Disinilah diharapkan, orang II lebih berpotensi selamat. Dalam kesehariannya, kuliah dan tugas bukan lagi beban, tapi malah tantangan karena dengan tugas itu dia akan pahami MKnya. Dosen dan teman adalah pelengkap dalam belajar, bukan faktor yang banyak mempengaruhi semangatnya. IPK memang penting tapi hanya sebagai alat ukur dan melihat semangat dan usaha yang sudah dilakukannya selama 1 semester itu. Dan saat kelulusan tiba, mencari pekerjaan bukan lagi hal yang menakutkan karena dia telah memiliki kemampuan.
Dan tentu saja setelah memasuki dunia kerja 2 orang ini juga akan berbeda. Orang I akan mencari kerja sesuai ijazahnya, dan bisa dibayangkan kualitasnya setelah mendapatkan pekerjaan itu. Sedangkan orang II dia akan sangat bersyukur mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan dan dengan kemampuannya dia akan bekerja maksimal. Tapi saat kondisi tidak membawanya kepada pekerjaan itu, dimanapun akhirnya dia bekerja, selagi dia mampu dia akan kerjakan.
Karenanya perlu sekali dari awal sebelum kita melakukan, di tengah dan sedini mungkin saat kita sadari jika telah menjalani, kita perbaiki paradigma dan niat kita. Karena Allah pun menilai kita bukan pada hasil, tapi pada proses yang kita lalui, apapun hasilnya. Dia-lah Pemilik hasil itu, maka percayakan pada-Nya. Dan proses adalah keniscayaan yang harus dilalui, maka nikmati…
Wallahu a’lam…
NB: Buat adikku yang baru menyelesaikan UNAS-nya, let’s join us! Kita yang memilih, kita yang menjalani, maka pilih yang paling kamu suka dan nikmati.. Semangat ya..
Oleh Vika Anggraeni kader KAMMI Komsat IAIN Surabaya
Resensi buku Peaceful Jihad for Teens
Resensi buku Peaceful Jihad for Teens ini adalah resensi yang kedua dalam minggu ini. Kali ini di Koran Jakarta. Ditulis oleh Mukhlidah Hanun Siregar, Mahasiswi UIN Jakarta yang telah menulis beberapa buku. Semoga bermanfaat.
Cegah Radikalisme Remaja
Oleh: Mukhlidah Hanun Siregar, Mahasiswi UIN Jakarta yang telah menulis beberapa buku
Penulis : Radinal Mukhtar Harahap
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : I, Februari 2011
Tebal : 216 halaman
Harga : Rp45.000,00
Akhir-akhir ini, teror bom melanda masyarakat Indonesia. Maraknya teror bom memunculkan berbagai ketakutan dan kegalauan terhadap keamanan negara. Pemerintah pun didesak mengungkap pelaku teror bom yang kian meresahkan masyarakat tersebut. Seperti kita ketahui bahwa teror bom saat ini sudah beralih dari berbagai taktik sebelumnya. Di tahun-tahun sebelumnya pelaku merelakan diri menjadi sang pengantin dengan meledakkan diri di pusat keramaian yang menyebabkan kekacauan dan bahkan kematian banyak orang.
Dalam pengungkapan kasus ini polisi menangkap beberapa orang yang diduga anggota jaringan teroris di Sukoharjo dan Klaten, Jawa Tengah. Yang mengejutkan adalah mereka yang diduga teroris itu masih berusia remaja. Bahkan, masih ada yang baru tamat SMA dan SMP. Selain itu, mahasiswa menjadi target untuk dicuci otaknya dan dijadikan pengikut dalam jaringan terorisme tersebut. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita semua, yaitu ancaman yang besar telah terjadi kepada generasi bangsa.
Remaja sebagai aset bangsa harus dijaga kesehatan fisik dan mentalnya. Hal tersebut dikarenakan pada masa mendatang remaja itulah yang akan memimpin negeri ini. Jika remaja gagal untuk dijaga, maka hal tersebut dapat berimplikasi buruk pada masa depan bangsa. Memasuki masa remaja, seseorang secara perlahan akan mulai berpikir secara abstrak, bersifat konseptual, dan mulai berpikir masalah etika. Namun, seiring dengan perkembangan psikologis yang tengah berlangsung itu, pengaruh-pengaruh negatif justru rentan masuk.
Tidak sedikit remaja yang tergiur untuk bergabung dalam sebuah jaringan teroris, dengan iming-iming yang terkadang sulit diterima akal pikiran kita. Remaja juga harus dijaga dari berbagai pemahaman yang salah, maka remaja harus dijaga bersama. Buku ini lahir dari keprihatinan penulis terhadap kejadian teror bom yang melanda bangsa Indonesia, yaitu remaja banyak direkrut untuk menjadi pelaku. Sayangnya, remaja dengan mudah tergiur menjadi sang pengantin yang berjihad.
Jihad dengan janji akan masuk surga atau berbagai janji lainnya yang dianggap kurang masuk akal. Bahkan, pencucian otak untuk remaja sering dilakukan untuk memuluskan niat melakukan kriminalitas. Padahal, sejatinya, jihad bagi remaja bukan dilakukan dengan menjadi pelaku bom. Banyak hal yang bisa dilakukan remaja agar disebut menjadi seorang yang berjihad. Dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, sama artinya dengan melakukan jihad. Bahkan, jihad ini lebih besar manfaatnya, meraih cita-cita, membahagiakan orang tua, membangun bangsa dan negara, dan seterusnya.
Buku ini sangat baik untuk semua remaja Indonesia agar memahami pentingnya berjihad yang benar. Bahkan, remaja dituntun untuk menjadi generasi bangsa yang siap untuk memimpin bangsa di masa mendatang. Tentunya persiapan tersebut harus dimulai dari sekarang dengan bersungguh-sungguh dalam mencapai cita-cita. Buku ini juga wajib dibaca para orang tua yang tidak mau anaknya tergelincir ke jurang jihad yang salah. Gaya bahasa penulis yang mudah, praktis, serta bersahabat membuat pembaca menjadi tertarik untuk menyelesaikan membaca buku ini.
Tidak menggurui dan memberikan rasa nyaman saat membacanya. Setelah membaca buku ini, sorang remaja akan memilih untuk terus bersungguh- sungguh meraih cita-citanya. Saatnya kita menjaga generasi bangsa agar tidak terperosok ke jihad yang salah. Jika tidak dimulai dari sekarang, akan banyak lagi remaja yang direkrut menjadi pelaku bom. Radikalisme kaum muda harus menjadi perhatian semua kalangan, hal ini untuk mempersiapkan generasi yang siap membangun.
oleh: Dep. public relation KAMMI Komsat IAIN Surabaya